Bandar Poker - Menjadi tua, sering menjadi momok bagi banyak orang. Bukan hanya masalah fisik, tapi juga perubahan psikis yang kerap belum dimengerti oleh yang lebih muda. Banyak yang merasa putus asa, dan sibuk menanti waktu kematiannya tanpa melakukan apa-apa, karena merasa tak berguna. Benarkah harusnya demikian?
Jika manusia belajar tentang komitmen melalui hubungannya dengan orangtuanya, memahami tentang rasa percaya melalui hubungan dengan pasangan hidupnya, maka ia baru belajar makna terdalam dari gairah hidup (passion) melalui hubungannya dengan diri sendiri.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dr Tan Shot Yen, menurutnya, passion tak bisa didapat dari orang lain, apalagi dari pencerah motivator. Passion sama seperti kebahagiaan, sumber sejatinya berasal dari diri sendiri. Sesulit terciptanya, passion pun tak mudah dipadamkan. Nah, inilah yang membedakan satu orang tua berusia lanjut dengan yang lainnnya. Bukan status ekonomi atau kebugaran fisik.
Passion, sebagaimana yang telah ditulis sebelumnya, tidak muncul begitu saja pada suatu waktu di hari tua. Walaupun pemaknaannya bisa jadi baru muncul pada masa senior. Orang yang lebih muda kerap menyalahartikan passion sebagai ambisi. Padahal ambisi bisa muncul sesaat, kapan saja, sebagai impian raksasa yang masih terlalu goyah dan bisa berangkat dari rasa serakah, penguasaan, tak ingin tersaing. Sedangkan passion lebih solid, berasal dari dorongan hasrat yang terdalam, katakanlah; kecintaan.
Passion berjalan bersamaan dengan mastery-suatu kemahiran yang didapat dengan perjalanan seseorang menjadi terampil. Bukan hanya di bidang pekerjaan fisik, namun juga mengelola hal-hal yag tak terlihat, seperti pembuatan rencana, pengaturan waktu, dan kematangan berpikir dalam mengambil keputusan, terjadi berulag kali dan sepanjang waktu.
Mastery/kemahiran tak mungkin tercapai dalam keputusasaan, apalagi melompat-lompat berpindah dari satu hal ke hal yang lain. Passion yang terasah mastery biasanya menghasilkan karya-karya fenomenal, pencapaian yang sejati. Kepuasan dan kebahagiaan seperti itulah yang sebenarnya menjadi pencarian setiap orang yang menua. Sesuatu yang terakui sebagai karyanya, miliknya. Apakah sesuatu itu menghasilkan keuntungan finansial atau tidak, bukan itu nilainya.
Inilah yang kerap menimbulkan konflik, karena passion bagi satu orang belum tentu bisa dipahami benar oleh orang lainnya. Namun yang pasti, adalah, tak ada seorang pun yang berhak menyebut kapan manusia menjadi tua, selain menilik usia biologisnya. Dan passion, adalah bahan bakar kehidupan. Selama passion masih ada, kehidupan tetap menyala.
Menyaksikan anak tumbuh, cucu lahir, bisa menjadi passion yang membuat ibu sepuh tetap merasa kuat dan menunggu begitu banyak kejutan jiwa-jiwa baru yang lahir dengan penuh antusiasme. Banyak orang usia lanjut merasa hidupnya tak bermakna lagi dan tercerabut dari akarnya karena berakhir dengan hidup sendirian. Anak-anaknya sibuk tumbuh besar dan hebat sampai lupa bahwa orangtuanya kian menua.
Cinta kasih pada masa kini memiliki format yang jauh lebih formal dan mekanistis. Bertandang ke rumah oratngtua, misalnya, selalu harus ada tujuan. Entah untuk membetulkan saluran air atau mengecek tagihan listrik. Padahal kehadiran dan menjadi "ada" jauh lebih penting daripada sekadar bertujuan khusus. Jangan salah, kata Dr Tan, passion pada hari tua juga ada yang dianggap pemborosan tak bertujuan.
Begitu banyaknya waktu pada hari kemerdekaannnya yang baru, ada orang usia lanjut yang semakin gemar membaca dan membeli buku-buku. Rasa ingn tahu dan penasarannya sejak remaja, yang bisa jadi terhalang pada usia kerja, menyeruak lagi pada usia lanjut. Bagi sebagian besar orang, buku masih terasa amat mahal, apalagi buku-buku bermutu. Anak yang tak paham passion orangtuanya mengangap belanja buku adalah kegilaan.
Ya, passion. Hal penting yang wajib diingat adalah, sirnanya passion merupakan kematian dini. Bukan penuaan lagi. Itulah akhir hayat yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar